agama dan darigama

AGAMA DAN DARIGAMA

Dalam peristilahan Agama bagi setiap daerah maupun lingkup nasional mempunyai penafsiran yang sama, berbeda dengan darigama ada makana literlek yang asing bagi setiap daerah. Agama secara lingkup bahasan berkutat pada persolan-persolan ukhrawi atau akhirat sedangkan darigama membahas persolan duniawi yang dianggap tidak berubungan dengan pemasalahan kehidupan ukhrawi.
Agama dalam pengertian sudut pandang Antropologi dimaknai sebagai perbuatan dan pengabdian oleh penganutnya. “Pengertian agama atau religi hanyalah meliputi hubungan antara penganut dengan kekuatan yang dianutnya itu” ( Durkeim, 1968 ) dalam pemahan ini hubungan manusia dengan alam tidak terliput dengan jelas sehingga penafsiran agama menjadi sempit dan hal ini di adopsi oleh pemerintah kolonial belenda dalam memisahkan antara agama dan negara,
Pemasyarakatan kedua istilah itu oleh pemerintahan jajahan dijadikan sebagai strategi mengingat bumi Indonesia ( Sunda ) mayoritas memeluk Agama Islam. Ini terjadi kontradiksi pemahaman dimana Islam memaknai bahwa agama dan darigama tidak ada pemaknaan secara terpisah, tetapi merupakan sebuah generalisasi ajaran. Implikasi dari pemisahan Agama dan Darigama terjadi kondisi di masyarakat suatu larangan boleh membaca Al-Qur’an tetapi dilarang untuk menerjemahkan kedalam bahasa daerah/ Indonesia dan larangna tersebut dibuat dalam sebuah aturan, pada lingkup pendidikan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh pemrintah jajahan sama sekali tidak mengajarkan pendidikan agama islam, sehingga siswa dibuat menjadi asing terhadap ajarannya walaupun dia mengaku sebagai muslim, siswa diproduk mempunyai moral barat ketimbang norma agama maupun kearifan lokal, maka wajar bila mereka memandang rendah dan sinis terhadap muslim.
Penyempitan ruang gerak tidak hanya berlaku pada pemehaman ajaran melainkan juga terhadap kesempatan untuk belajar, dimana sekolah atau orang yang mau belajar berlaku bagi orang-orang tertentu ( Priyayi, keluarga yang mempunyai jabatan ). Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah penjajah terasa akibatnya oleh kaum muslim dimana kemerdekaan diproklamasikan 96% raknyat Indonesia buta hurup latin, dan dampaknya masih terasa setelah merdeka selama 30 tahun. Suatu studi menunjukan bahwa daerah yang beragama kristen tingkat pendidikannya relatif tinggi dibanding dengan daerah yang mayoritas muslim.
Ungkapan itu menunjukan komplikasi akibat pemasyarakatan Agama dan Darigama,. Agama terpisah Darigama alias hal-hal duniawi dan proses ini merupakan sekulerisasi terhadap kaum muslimin.






BAB XI
UGA

Penyusuran penafsiran Uga secara literalatur mengalami kesulitan di sebabkan pembahasan mengenai permasalahan uga hanya sepintas,. Uga mengandung pengertian semacam ramalan tentang suatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, sifat ramalan pada umumnya tidak tegas berkenaan dengan sesuatu yang spesifik dan konkret, ia terselubung dengan samar. Kadang-kadang dinyatakan dalam simbol yang tentu saja terbuka kemungkinan untuk berbagai penafsiran. Tetapi hal ini tidak secara umum,ada uga yang spesifik seperti ramalan “ jayabaya”. Ada kesulitan untuk memperkirakan apakah uga itu berdasarkan prediksi atau projeksi suatu gejala sosial yang cenderung untuk terjadi dimasa yang akan datang, atau uga dikemukakan berdasarkan ramalan murni dalam artian seperti nujum.
Fenomena sekarang bahwa ramalan disandarkan pada kondisi sekarang dan selalu bersifat prediktif dengan memproyeksikan situasi sekarang pada sekian tahun yang akan datang berdasarkan perhitungan-perhitungan tertentu. ( Prediksi Penduduk ). Perkembangan uga atau ilmu ramalan di Amerika Serikat di istilahkan dengan “ futurologi” dengan pendekatan disiplin ilmu tertentu seperti psikologi sosial, sosiologi, antropologi. Pendekatan disiplin ilmu tersebut merekam tingkah laku suatu mayarakat pada kondisi sekarang serta kecenderungannya di masa yang akan datang.
Objek kajian uga selalu berkenaan dengan tempat, kependudukan, jabatan pmerintahan dan keilmuan, alat transportasi, kepandaian dll’. Secara perkembangan sejarah uga atau ramalan di masa lalu pendekatan intiutif menjadi sandaran prediksi sedangkan sekarang pendekatan rasionalitas dengan metode keilmuan tertentu menjadikan pijakan dalam ramalan fenomena yang terjadi di masa yang akan datang.

















BAB XII
ADAT ISTIADAT
LINGKARAN HIDUP ( LIFE CYCLE )
Setiap daerah mempunyai “ adat istadat” sebagai karakteristik lingkaran hidup mereka. Adat istiadat bertautan dengan kepercayaan orang sunda. Kehidupan manusia semenjak dari lahir sampai meninggal selalu diwarnai dengan corak adat istiadat. Aktifitas masyarakat sunda dalam upacara adat istiadat terbagi kedalam :
1. Upacara adat sebelum lahir
2. Upacara adat selama hidup
3. Upacara adat setelah meninggal
Keseluruhan upacara-upacara itu sebagai beriku :
1. Upacara adat sebelum lahir
- Hajat “ bangsal “ ( gabah )
- “ Tingkeban “ ( upacara kandungan 7 bulan )
- Hajat bubur lolos
2. Upacara adat selama hidup
- Kelahiran
- “ mahinum “ atau tasyakur ( 40 hari usia bayi )
- Khitanan
- “ bancakan “ ( ulang tahun )
- Pertunangan ( bethrotal )
- Perkawinan
3. Upacara kematian
- Nyusur tanah ( pada hari kematian )
- “ Tiluna “
- “ Tujuhna “
- “ Matang puluh” ( hari ke-40)
- “ Natus “ ( hari ke-100)
- Mendak Tahun ( Ulang tahun kematian )
- “ Newu “ ( hari ke- 1000 )
Dalam adat istiadat masyarakat sunda pengambilan sumber berasal dari kebiasaan masa lalu yang selalu digunakan ( kearifan lokal ), sumber agama islam, maupun akulturasi budaya antara islam dan sunda sehingga memunculkan budaya baru.












BAB XVI
PERUBAHAN MASYARAKAT

PENGERTIAN
Ada perbedaan antara perubahan sosial ( social change ) dengan perubahana kebudayaan ( cultural change ). Perubahan sosial meliputi perubahan dalam cara-cara hubungan sosial ( social relationships ) antara anggota suatu kelompok masyarakat, bekenaan juga dengan perubahan dalam proses suatu lembaga, organisasi, atau pranata sosial, transformasi struktur sosial suatu masyarakat serta kekuatan-kekuatan yang menyebabkannya. “ Perubahan sistem sosial merupakan respon terhadap kondisi tempat sistem sosial itu berada yang berubah pula” ( Davies, 1965; Mac Iver, 1965 ). Perubahan sosial menyangkut pola mobilitas sosial, baik horiontal maupun vertikal,lebih lanjut mobilitas sosial ini dapat menimblkan perubahan struktur sosial. Kooperasi, kompetisi,konflik,akomodasi,sosialisasi dan akulturasi (Bogardus, 1960; Broom & Selzmick, 1977 ). Dengan demikian perubahan sosial menimbulkan transisi baik norma dan nilai-nilai ( norm and values) lama, sebagian ada yang dilepaskan, dan sebagian menciptakan kondisiyang baru.
Para ahli mengemukakan faktor-faktor penyebab perubahan masyarakat yaitu :
- Innovasi
- Difusi
- Invention
Faktor penyebab perubahan di Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya adalah faktor pendidikan, usaha pembangunan dan media massa. Ketiga faktor ini dapat di masukan innovasi dan difusi.




















BAB XVII
PENUTUP

Pembahasan mengenai masyarakat sunda yang disajikan secara deskriptif tentang aspek statis masyarakat sunda, dan secara analitis tentang aspek – aspek dinamisnya. Perubahan masyarakat mempunyai implikasi dalam berbagai dimensi;urbanisasi, lapangan kerja, pertanian dan kehidupan sosial dan budaya lainya. Perubahan nilai dan norma berubah tercermin dari prilaku masyarakat dan berimplikasi terhadap adanya “ communication gap “ ataupun “ generation gap”.
Dalam perubahan masyarakat selalu terjadi conflcting norms, values dan lepasnya norma dan values tersebut.
Implikasi dari perubahan – perubahan sosial dan perubahan masyarakat baik timbulnya sisi negatif maupun positif diperlukan adanya ajaran agama sebagai penangkal sekulerasi norma dan values dari luar budaya lokal.